PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS
DIALOG CERPEN DENGAN MEDIA KOMIK
DI KELAS IX SMP NEGERI 17
MALANG
Ninik Sirtupi Rahayu*
MGMP BAHASA INDONESIA
SMP/ MTs KOTA MALANG
ABSTRAK
Menulis merupakan salah satu kemampuan
berbahasa yang sangat penting , namun tidak dikuasai secara otomatis. Kemampuan
ini perlu dipelajari secara sadar dan sistematis serta diikuti dengan latihan
yang intensif sehingga harus dibina sejak siswa duduk di tingkat sekolah dasar.
Menulis merupakan kemampuan kompleks sehingga pembinaan dan pelatihan menulis harus menjadi upaya
serius agar siswa memiliki kompetensi secara maksimal.
Materi sastra, sebagai bagian
dari pembelajaran bahasa Indonesia ,
sebenarnya sangat mengasyikkan. Selain mengandung nilai-nilai moral, sosial,
etika, estetika, budaya, dan agama materi sastra tersebut juga dapat
memperhalus budi pekerti, menambah wawasan, dan sarat pengetahuan. Salah satu
upaya menyiasati agar siswa senang dan materi tersampaikan secara menyenangkan
adalah dengan menggunakan komik, yakni cerita bergambar dalam majalah, surat kabar, atau
berbentuk buku yang umumnya mudah dicerna dan lucu.
Menulis cerpen dengan mengubah komik ternyata dapat meningkatkan kemampuan
menulis siswa secara signifikan. Melalui pemanfaatan komik dalam pembelajaran,
kemampuan siswa menulis dialog cerpen mengalami peningkatan signifikan. Disarankan
agar guru lebih kreatif dalam menyajikan pembelajaran dengan memanfaatkan media
yang terdapat di lingkungan, disukai, dan menyenangkan.
Kata
Kunci : dialog, cerpen, komik
Menulis
merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang sangat penting dan bermanfaat.
Dengan kemampuan itu, seseorang dapat mengungkapkan gagasan, pikiran, perasaan,
dan pengalamannya kepada orang lain secara tepat tanpa terikat tempat dan waktu
(Brotowidjojo, 1985). Di samping itu, kemampuan menulis dapat mendorong
seseorang untuk berkreasi, menyelesaikan studi, menyelesaikan administrasi
perkantoran, dan tugas tulis lainnya.
Menulis
yang sangat penting dan bermanfaat itu bukan kemampuan yang diwariskan
turun-temurun dan dapat dikuasai begitu saja. Kemampuan tersebut perlu dipelajari secara sadar dan sistematis serta
diikuti dengan latihan yang intensif. Di sisi lain, kemampuan berkomunikasi
tertulis secara baik juga tidak dapat dikuasai secara otomatis. Kemampuan itu
perlu dipelajari dan dilatihkan dengan sungguh-sungguh. Melalui belajar dan
berlatih serta didorong oleh minat dan motivasi yang tinggi dimungkinkan
seseorang mampu menulis dengan baik dan benar.
Bertolak dari kenyataan di atas, kemampuan
menulis ini harus dibina sejak siswa duduk di tingkat sekolah dasar, sampai
mereka di perguruan tinggi (Soedjatmoko, 1978). Hal itu sejalan dengan pendapat
Mendikbud (1978) yang mengemukakan bahwa kemampuan menulis tidak saja harus
dibina dan ditingkatkan sejak dini, tetapi juga harus diarahkan pada penulisan
karya-karya besar (Mendikbud 1978, dalam Halim dan Yayah B.L. (Ed), 1983).
Selain penting dan bermanfaat, menulis
juga merupakan kemampuan yang kompleks karena melibatkan penguasaan banyak
aspek kebahasaan, di antaranya penguasaan kosa kata, pemahaman tentang kalimat
dan paragraf, penggunaan ejaan, dan kaitan unsur yang satu dengan unsur lainnya
dalam membentuk suatu pesan secara utuh. Apalagi menulis tergolong keterampilan
produktif tulis karena merupakan suatu aktivitas menggunakan bentuk bahasa
tulis untuk maksud komunikasi (Akhadiah, dkk., 1989). Sejalan dengan pendapat di atas, menurut
Keraf (1984) menulis merupakan suatu aktivitas membentuk sintaksis. Aktivitas
tersebut melibatkan keterampilan menggunakan pengetahuan dasar kebahasaan
ditambah dengan beberapa kemampuan menalar pengetahuan yang baik tentang objek
garapannya. Dengan demikian, pembinaan dan pelatihan keterampilan menulis harus
menjadi upaya serius yang selalu ditinjau ulang dan diperbaiki agar siswa
memiliki kompetensi secara maksimal.
Disebut sebagai keterampilan
kompleks karena menulis melibatkan berbagai keterampilan, yaitu keterampilan
(a) mengekspresikan ide atau gagasan, (b) mengorganisasikan ide atau gagasan
tersebut, (c) menerapkan gramatika dan pola-pola sintaksis, (d) memilih
struktur dan kosa kata, dan (e) keterampilan mekanik, yakni keterampilan
menggunakan konvensi grafis bahasa (Harris, dalam Zulkifli 1993). Oleh karena
itu, kemampuan menulis siswa perlu mendapatkan perhatian dan penanganan khusus.
Materi sastra, sebagai bagian dari pembelajaran
bahasa Indonesia, sebenarnya sangat mengasyikkan. Selain mengandung nilai-nilai
moral, sosial, etika, estetika, budaya, dan agama materi sastra tersebut juga
dapat memperhalus budi pekerti, menambah wawasan, dan sarat pengetahuan. Namun,
jika guru bahasa Indonesia tidak memiliki jurus jitu dalam pembelajaran,
suasana kelas menjadi kering dan texbooks
belaka. Oleh karena itu, diperlukan
upaya menyiasati agar siswa senang dan materi tersampaikan secara menyenangkan.
Jika akan meraih tujuan agar siswa berkompeten dalam bersastra, suasana
kondusif ini menjadi syarat mutlak dalam pembelajaran.
Ditinjau dari segi isi, materi
sastra meliputi apresiasi dan praktik penulisan karya sastra. Pada pembahasan
materi apresiasi, siswa diminta menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik
karya sastra baik berupa prosa, puisi, maupun drama. Pada praktik penulisan karya sastra, siswa diminta menuliskan contoh prosa,
puisi, maupun drama. Penulisan contoh puisi, misalnya dengan menuliskan pantun
dan puisi bebas. Penulisan prosa, misalnya menulis buku harian dan cerita
pendek.
Salah satu standar kompetensi
menulis di kelas IX semester I adalah mengungkapkan kembali pikiran, perasaan,
dan pengalaman dalam cerita pendek. Dasar
kompetensi yang menjadi acuan adalah menulis cerita pendek bertolak dari
peristiwa yang pernah dialami. Ditinjau dari segi teknis penulisan, dialog
cerpen harus dituliskan menggunakan kalimat langsung. Sementara model penulisan
kalimat langsung ini tidak disajikan secara teoretis sehingga tidak dipahami
siswa. Di sisi lain, materi cerita
pendek (selanjutnya disingkat ‘cerpen’) tidak selalu berdasarkan pengalaman
pribadi, tetapi dapat diaplikasi dari suatu peristiwa yang pernah dibaca. Jenis
bacaan siswa selain cerpen atau jenis prosa lain, juga cerita bergambar atau
komik.
Komik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989:542)
didefinisikan sebagai cerita bergambar dalam majalah, surat kabar, atau
berbentuk buku yang umumnya mudah dicerna dan lucu. Menurut Atmowiloto (1982)
komik adalah suatu bentuk seni yang menggunakan gambar-gambar tidak bergerak
yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalan cerita. Biasanya komik
dicetak di atas kertas dan dilengkapi dengan teks. Komik dapat diterbitkan dalam
berbagai bentuk, mulai dari strip dalam koran, dimuat dalam majalah, hingga
bentuk buku tersendiri.
Secara awam, seringkali orang tua
melarang putra-putrinya membaca komik karena dianggap sebagai hal yang dapat
mengganggu konsentrasi belajar. Padahal, komik ini tidak selalu bernilai
negatif, dapat menjadi sarana refreshing bagi
siswa untuk menghilangkan kejenuhan ataupun mengisi waktu luang, dan dapat
memberi inspirasi untuk mencipta karya sastra. Bahkan, ditinjau dari segi
proses pembelajaran komik ini dapat dimanfaatkan sebagai sarana dan media
pembelajaran. Hal yang dikatakan oleh pelaku
pada komik biasanya dikemas dalam balon kata. Mengubah balon kata pada komik
menjadi kalimat langsung sebagai dialog antartokoh inilah yang menjadi sasaran
pemanfaatan komik sebagai media dan sarana pembelajaran.
Berdasarkan pengalaman penulis
selama empat tahun terakhir sebagai guru di SMP Negeri 17 Malang, salah satu
kendala yang dialami siswa pada saat menulis cerpen selain menata alur cerita
adalah menerapkan ejaan (EYD), khususnya penggunaan tanda-tanda baca dalam
penulisan kalimat langsung dan kalimat tidak langsung sebagai bagian dari
dialog antarpelaku. Oleh karena itu,
penulis mencoba melaksanakan penelitian tindakan kelas dengan memanfaatkan
media komik dalam penelitian berjudul: “Peningkatan Kemampuan Menulis Kalimat
Langsung Dialog Cerpen dengan Media Komik di Kelas IX SMP Negeri 17 Malang
Tahun Pelajaran 2009-2010”
Dengan model pembelajaran ini
diharapkan suasana pembelajaran menyenangkan dan kondusif sehingga materi
pembelajaran mudah diserap dan diingat siswa.
Hal ini sesuai dengan prinsip dasar pembelajaran dalam kurikulum KBK
tahun 2004 yang menyatakan bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan
yang memberdayakan semua potensi peserta didik supaya mampu meningkatkan
pemahaman pada fakta, konsep, prinsip dalan khasanah keilmuan dan mengembangkan
keterampilan berpikir logis, kritis, dan kreatif. (Depdiknas, 2003).
Selanjutnya, prinsip dasar ini dikembangkan ke dalam beberapa prinsip
pendidikan, yakni (1) berpusat pada siswa, (2) mengembangkan kreativitas siswa,
(3) menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang, (4) menyediakan pengalaman
belajar yang beragam, (5) mengembangkan beragam kemampuan yang bermutu nilai,
dan (6) belajar melalui berbuat.
Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah utama
dalam penelitian ini adalah “Bagaimana upaya meningkatkan kemampuan menulis
siswa, khususnya menulis kalimat langsung pada dialog antartokoh dalam cerpen
berdasarkan EYD?” Secara rinci, rumusan
tersebut dipaparkan sebagai berikut.
1.
Bagaimana upaya guru dalam meningkatkan pemahaman
siswa mengenai jenis-jenis kalimat dalam penulisan cerpen?
2.
Bagaimana upaya guru dalam pembelajaran menulis cerpen
agar siswa mampu membedakan penulisan kalimat langsung dan tidak langsung
sebagai dialog antartokoh pada cerpen?
3.
Bagaimana pemanfaatan komik sebagai media dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam penulisan cerpen, khususnya mengubah dialog
pada ‘balon kata’ menjadi kalimat langsung atau tidak langsung sebagai realisasi
dialog antartokoh pada cerpen?
4.
Bagaimana pemanfaatan komik sebagai media dapat
meningkatkan kemampuan menulis dan menyunting penulisan kalimat langsung dialog
antartokoh pada cerpen?
Sesuai dengan permasalahan penelitian yang telah ditetapkan, penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan pemanfaatan komik dalam pembelajaran
menulis cerpen di kelas IX SMP Negeri 17 Malang. Secara rinci tujuan tersebut
dapat dikemukakan sebagai berikut.
1.
Untuk mendeskripsikan upaya guru dalam meningkatkan
pemahaman siswa mengenai jenis-jenis kalimat pada penulisan cerpen.
2.
Untuk mendeskripsikan upaya guru dalam pembelajaran
penulisan cerpen sehingga meningkatkan kemampuan siswa membedakan penulisan
kalimat langsung dan tidak langsung sebagai dialog antartokoh pada cerpen.
3.
Untuk mendeskripsikan pemanfaatan komik sebagai media
peningkatan kemampuan siswa dalam menulis cerpen, khususnya menuliskan kalimat
langsung dan tidak langsung sebagai dialog antartokoh pada cerpen secara tepat
ditinjau dari segi ejaan dan tanda baca.
4.
Untuk mendeskripsikan pemanfaatan komik sebagai media
peningkatan kemampuan menulis dan menyunting penulisan kalimat langsung sebagai
dialog antartokoh pada cerpen.
Kalimat langsung dan tidak langsung harus digunakan dalam
penulisan cerpen yang dibuat siswa. Oleh karena itu, penulis merasa perlu
pemantapan pemahaman materi-materi: (1)
jenis kalimat berita, kalimat perintah, kalimat seru, dan kalimat langsung
serta kalimat tidak langsung, dan (2) ejaan yang disempurnakan (EYD), khususnya
penerapan tanda baca yang digunakan dalam kalimat langsung, yakni tanda-tanda
baca: (a) tanda kutip (petik), (b) tanda
koma, (c) tanda seru, (d) tanda tanya, dan (e) tanda titik.
METODE PENELITIAN
Pemanfaatan
komik dalam pembelajaran penulisan cerpen di kelas IX SMP Negeri 17 Malang ini
dilaksanakan dengan metode eksperimentasi untuk mengetahui apakah siswa telah
mampu menuliskan kalimat langsung dan tidak langsung dalam penulisan dialog
cerpen. Setelah diketahui bahwa siswa belum mampu menuliskan kalimat langsung
dan tidak langsung, siswa diberi fotokopi komik yang memuat balon kata. Kalimat
pada balon kata tersebut dapat diubah menjadi ’kutipan’ pada kalimat langsung
dialog cerpen. Dengan memanfaatkan komik tersebut, siswa mampu mengubah komik
menjadi cerpen dengan cara mengubah dialog pada balon kata (sebagai kalimat
laangsung) dengan memperhatikan penulisan EYD secara tepat dan benar.
PEMBAHASAN
Untuk mengetahui kemampuan awal
siswa, seluruh siswa diminta menulis
cerpen dengan ide dari pengalaman pribadi. Diharapkan dalam karangan siswa
muncul kalimat langsung sebagai realisasi dialog antarpelaku. Penilaian
dilakukan dengan mencermati penulisan kalimat langsung yang muncul dalam
karangan.
Dari tes awal ini diketahui bahwa belum
semua siswa mampu menuliskan kalimat langsung sebagai realisasi dialog
antarpelaku secara benar. Selanjutnya, untuk mengetahui penguasaan penulisan
kalimat langsung, siswa diminta menjawab 25 soal tes pilihan ganda dan 10 tes
penjodohan. Materi tes mengenai penulisan dialog dan kalimat langsung pada
cerpen. Melalui tes ini dapat diketahui kemampuan siswa dalam menulis dialog
dan kalimat langsung sebagai kemampuan prasyarat penulisan cerpen. Hasil tes
belum memuaskan sehingga perlu dilaksanakan upaya meningkatkan kemampuan siswa
dalam menulis dialog cerpen khususnya penulisan kalimat langsung dengan seluk
beluk tanda bacanya.
Sebagai bahan pengayaan dan penambah
wawasan, kepada siswa disajikan contoh-contoh penulisan kalimat langsung dan
tidak langsung baik secara teoretis maupun secara praktis. Penulisan kalimat
langsung secara benar ini sangat diperlukan ketika siswa menuliskan dialog pada
cerpen yang dibuat. Jika tidak memiliki kemampuan menulis kalimat langsung
secara benar ditinjau dari segi ejaan, siswa tidak akan mampu menulis cerpen
secara sempurna.
Siswa diminta mencermati contoh-contoh
penulisan kalimat langsung dan tidak langsung pada lembar fotokopi materi
penulisan kalimat langsung. Sebagai materi pelatihan, guru mendiktekan beberapa
buah kalimat tidak langsung, siswa diminta mengubah menjadi kalimat langsung,
dan atau sebaliknya. Siswa di-drill bagaimana
menuliskan kalimat langsung dan tidak langsung tersebut secara benar. Tahapan
berikutnya, sekali lagi siswa diminta mencermati contoh-contoh cerpen baik yang
berasal dari buku paket yang ada, LKS, maupun dari cerpen yang telah dicari
secara mandiri. Siswa diminta menuliskan contoh kalimat langsung sebagai dialog
yang ditemukan pada cerpen di papan tulis. Penilaian dilaksanakan secara
langsung, klasikal (bersama-sama), dan spontanitas. Siswa lain diminta
memberikan komentar terhadap penulisan kalimat dialog yang dilakukan temannya.
Bila masih terdapat atau terjadi kesalahan, pembetulan dilaksanakan saat itu
juga. Dengan demikian, diharapkan semua siswa memahami cara menuliskan dialog pada
cerpen, khususnya dengan model pemanfaatan kalimat langsung.
Melalui diskusi kelompok dengan teman
sebangku, siswa diminta mencari kesalahan penulisan kalimat langsung sebagai
dialog pada cerpen-cerpen. Aktivitas ini diakhiri dengan penarikan kesimpulan.
Siswa diminta membuat rangkuman dan
kesimpulan mengenai ciri-ciri penulisan cerpen, khususnya ciri-ciri penulisan
kalimat langsung dan tidak langsung.
Bila sudah memiliki kemampuan menulis
kalimat langsung sebagai dialog antarpelaku secara benar, pada tahap berikutnya
siswa diajak membaca komik yang telah dipersiapkan. Sambil membaca komik, siswa
diminta mencatat urutan alur (plot) kemudian diminta mengembangkan alur
tersebut menjadi sebuah narasi (cerpen). Siswa diizinkan mengubah kata pada
‘balon kata’ yang terdapat pada komik ke dalam kalimat langsung atau kalimat
tidak langsung. Cerpen hasil pengubahan komik diperiksa secara bersama-sama,
terutama dari segi penulisan kalimat langsung dan tidak langsung yang dilakukan
siswa. Melalui tahap penyuntingan ini diharapkan pemahaman siswa mengenai
penerapan, baik mengenai kalimat langsung pada dialog maupun kalimat tidak
langsung pada cerpen, semakin berkembang.
Pada siklus terakhir, siswa diminta
mengarang dan menulis cerpen dengan tema bebas, baik berdasarkan cerita yang pernah dibaca,
ditonton, didengar, maupun berdasarkan pengalaman pribadi. Diharapkan setelah memperoleh pengetahuan penulisan
kalimat langsung pada dialog antarpelaku cerpen, siswa mampu menuliskan cerpen
dengan menerapkan EYD secara benar.
Untuk
mengumpulkan informasi tingkat ketuntasan belajar siswa yang melalui penilaian
proses dan hasil belajar bahasa dan sastra Indonesia dapat digunakan berbagai
bentuk penilaian (Depdiknas, 2006). Bentuk-bentuk penilaian tersebut adalah
penilaian tertulis, penilaian lisan, penilaian kinerja, penilaian tugas dan
proyek, penilaian produk, portofolio, penilaian
sikap, dan penilaian diri.
Agar
peneliti dapat mengukur keberhasilan pembelajaran, dalam penelitian ini diperlukan suatu instrumen berupa tes tertulis.
Sementara, agar tes dapat digunakan sebagai alat ukur yang baik, perlu
validitas isi yang tinggi. Karena itu, tes tersebut harus berisi materi yang
hendak disajikan dan butir-butir soal yang
dibuat selaras dengan tujuan pembelajaran khusus.
Materi
yang disajikan teknik penulisan cerpen berdasarkan ejaan (EYD). Untuk
mengetahui kemampuan awal, siswa diminta menuliskan cerpen bebas. Dalam cerpen
yang dituliskan siswa diharapkan muncul penulisan kalimat langsung sebagai
dialog secara tepat. Cerpen bertema bebas karya siswa ini diperiksa dan
dicermati terutama berkaitan dengan penulisan kalimat langsung sebagai dialog
antarpelaku pada cerpen. Penilaian secara khusus difokuskan pada penggunaan
tanda baca (a) koma, (b) kutip buka dan kutip tutup, (c) titik, (d) tanda
tanya, (e) tanda seru, dan (f) huruf kapital.
Selain
diminta menulis cerpen bertema bebas, kepada siswa juga disajikan tes pilihan
ganda dan tes penjodohan berkaitan dengan penggunaan tanda-tanda baca di atas
dalam bentuk dialog dan kalimat langsung. Tes pilihan ganda sejumlah 25 soal,
jika benar semua akan memperoleh nilai 75.
Sementara tes penjodohan sejumlah
10 soal, jika benar semua akan meperoleh nilai 25. Dengan demikian, jika dapat
menjawab 35 soal dengan benar, siswa mendapat nilai 100.
Selain
25 soal pilihan ganda, juga diberi 10 nomor soal menjodohkan. Hal ini dilakukan
agar kemampuan siswa benar-benar terukur. Jika hanya diberi soal pilihan ganda
dengan empat option pilihan,
dikhawatirkan siswa hanya memilih tanpa mengetahui mana yang benar bersikap trial and error atau coba-coba dan
berhasil saja. Kemungkinan pilihan coba-coba atau spekulatif sangat besar. Oleh
karena itu, disajikan model tes dengan menjodohkan.
Selanjutnya,
siswa diberi fotokopi komik terpilih dengan tema lingkungan hidup. Sumber ide
berasal dari komik yang disebarkan oleh Bapedal Jawa Timur. Cerita pada komik
ini harus diubah menjadi narasi dalam bentuk cerpen. Kalimat-kalimat pada
‘balon kata’ yang terdapat dalam komik dapat diubah menjadi kalimat langsung
atau kalimat tidak langsung pada cerpen. Penilaian
dilaksanakan dengan memeriksa dan mencermati model penulisan kalimat langsung
sebagai dialog pada cerpen.
Adapun instrumen penilaian yang
dimanfaatkan baik sebagai penjaring data awal maupun sebagai sarana pembelajaran
dapat dicermati pada lampiran. Demikian pula contoh-contoh hasil tulisan siswa
berupa cerpen, baik yang masih belum sempurna karena memiliki banyak kesalahan
maupun yang sudah mendekati kesempurnaan.
Jika siswa telah menguasai teknik
penulisan kalimat langsung sebagai dialog pada cerpen, siklus berikutnya
dihentikan. Akan tetapi, jika ternyata banyak di antara siswa belum menguasai
teknik penulisan kalimat tersebut, tahapan siklus berikutnya yang dipersiapkan
adalah memberikan pengayaan secara teoretis teknik penulisan kalimat langsung
sebagai dialog pada cerpen. Beberapa model penulisan kalimat langsung, baik
model (a) pengiring – kutipan, (b) kutipan – pengiring, maupun (c) kutipan –
pengiring – kutipan disajikan melalui lembar fotokopi yang dibahas secara
klasikal. Tahap selanjutnya, siswa diminta mencermati contoh-contoh cerpen
melalui berbagai media cetak. Dapat berupa buku kumpulan cerpen, contoh cerpen
yang ada pada buku paket, cerpen-cerpen sebagai hasil PR atau tugas yang dicari siswa.
Sesudah memiliki skemata tentang teknik
penulisan berbagai model kalimat langsung, siswa diminta menuliskan kembali
cerita komik (dengan cerita lain) mengubah ke dalam bentuk cerpen. Pada saat
ini diharapkan semua siswa telah menguasai berbagai teknik penulisan kalimat
langsung. Sementara, penilaian dilaksanakan secara klasikal melalui diskusi
kelompok. Sebagai tes akhir, siswa diminta menulis cerpen tema bebas dengan
memperhatikan berbagai teknik penulisan kalimat langsung.
Agar dapat digunakan sebagai sarana mempermudah
penyampaian, berikut disajikan tabulasi instrumen data penilaian terhadap siswa
sampel sebagai target penelitian lengkap dengan skor perolehan maksimal dan
waktu pelaksanaan pembelajaran.
KESIMPULAN DAN SARAN
Sebelum
dilaksanakan tindakan, kemampuan siswa dalam menulis kalimat langsung dialog
cerpen sangat memprihatinkan. Hasil perolehan
nilai tes pilihan ganda dan menjodohkan dengan rerata kelas sebesar
55,94, jauh di bawah standar kelulusan minimal. Berdasarkan hasil tersebut
perlu diupayakan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan menulis siswa,
khususnya menulis kalimat langsung dialog antartokoh cerpen.
Melalui
siklus pertama, yakni menulis cerpen dengan mengubah komik, kemampuan menulis
siswa pun belum maksimal. Banyak di antara siswa yang belum memahami penulisan
kalimat langsung sebagai realisasi dialog antartokoh. Adapun nilai rerata kelas
yang diperoleh sebesar 53,14. Oleh karena itu, diperlukan tindakan tertentu
yang memungkinkan terjadinya peningkatan kemampuan. Siswa diminta mencari contoh-contoh cerpen dan
kemudian mendiskusikan penulisan cerpen-cerpen tersebut ditinjau dari segi
ejaan dan tanda baca. Hasil yang diperoleh siswa menyadari bahwa selama ini
belum pernah menulis cerpen dan tidak pernah pula memperhatikan penulisan cerpen.
Pada siklus kedua, kepada siswa disajikan lembar
fotokopi teori penulisan kalimat langsung. Siswa diminta membaca dan mendiskusikan penulisan kalimat langsung secara
teoretis tersebut. Melalui pembacaan teks teoretis berbagai model penulisan
kalimat langsung, tanya jawab, praktik menuliskan dialog cerpen di papan tulis,
dan mencermati contoh penulisan kalimat langsung pada beberapa cerpen, siswa
mampu mengaplikasi teori tersebut ke dalam penulisan cerpen berikutnya.
Setelah mengetahui teori penulisan
cerpen, siswa diminta mencoba mempraktikkan dengan mengubah komik menjadi
narasi cerpen tahap kedua. Pada siklus ketiga, dengan mengubah komik menjadi
cerpen seri 2 ini diperoleh nilai rerata kelas 71,42. Dibandingkan dengan
siklus pertama, perolehan nilai mengalami peningkatan (dari 53,14 menjadi
71,42). Dalam persen, peningkatan tersebut sebesar 34,36%. Hal ini berarti
pengetahuan siswa tentang penulisan cerpen, khususnya dialog dalam kalimat
langsung, semakin mantap. Siswa semakin memahami dan cukup mampu mempraktikkan
penulisan kalimat langsung yang sesuai EYD sebagai dialog antartokoh pada
cerpen.
Selanjutnya, siswa diminta mengoreksi
dan menyunting cerpen yang mereka buat pada tes awal. Kini mereka mengetahui
bahwa pada saat awal, mereka belum mengetahui bagaimana penulisan kalimat
langsung. Sesudah perlakuan siklus kedua ini, mereka telah mampu mengoreksi dan
menyunting beberapa kesalahan yang mereka buat pada tahap sebelumnya.
Pada siklus tiga, siswa diminta mengubah
dan menarasikan komik (yang berisi cerita lain). Selanjutnya, ketika siswa
telah mampu menuliskan kalimat langsung dialog cerpen, perlakuan diakhiri
dengan tes akhir. Sama dengan tes awal, siswa diminta membuat cerpen dengan
tema bebas. Hasil penulisan cerpen siswa mengalami peningkatan signifikan.
Perolehan nilai rerata kelas meningkat menjadi 86,65. Nilai tersebut melampaui
ambang batas SKM (standar kelulusan minimal, yakni 75). Jika dibandingkan
dengan siklus 3, kenaikan yang diperoleh mengalami peningkatan (dari 71,42 menjadi 86,65) sebesar 21,32%.
Sementara bila antara siklus pertama dengan tes akhir dibandingkan (dari 53,14
menjadi 86,65) memperoleh peningkatan sebesar 63,05%.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
melalui pemanfaatan komik dalam pembelajaran, kemampuan siswa dalam menulis
cerpen, khususnya penulisan kalimat langsung dialog antartokoh pada cerpen,
mengalami peningkatan signifikan.
Berdasarkan hasil penelitian di atas
dibuktikan bahwa: (a) tidak semua siswa memiliki pemahaman tentang penulisan
kalimat langsung secara benar, (b) tidak semua siswa mampu menulis cerpen
dengan memperhatikan penulisan kalimat langsung dari segi ejaan secara benar.
Oleh karena itu, disarankan agar guru
lebih kreatif dalam menyajikan pembelajaran. Melalui berbagai media yang
terdapat di lingkungan, disukai, dan menyenangkan, proses dan hasil
pembelajaran dapat ditingkatkan. Sebagai contoh, melalui pemanfaatan komik guru
dapat melatih penulisan kalimat langsung dialog antartokoh pada cerpen sehingga
siswa memiliki kemampuan menuliskan cerpen secara benar.
DAFTAR RUJUKAN
Ahmadi, Mukhsin, dkk.
1980. Komposisi Bahasa Indonesia. Malang : FKSS-IKIP Malang
Akhadiah, Sabarti, dkk. 1989. Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia .
Jakarta :
Erlangga.
Akhadiah, Sabarti. 1988. Evaluasi dalam Pengajaran Bahasa. Jakarta : Proyek
Pengembangan LPTK.
Boneff, M. 1998. Komik Indonesia. Jakarta: KPG.
Depdiknas. 2004. Prinsip dan Pendekatan Pembelajaran Bahasa
dan Sastra Indonesia. Jakarta: Dirjen Dikdasmen.
Depdiknas. 2006. Petunjuk Teknis Penilaian Mata Pelajaran
Bahasa Indonesia. Jakarta: Dirjen Dikdasmen.
Halim, Amran. dkk. 1974. Ujian
Bahasa. Bandung :
Ganaco.
Keraf, Gorys. 1984. Komposisi. Ende Flores: Nusa Indah.
Kridalaksana, Harimurti.
1982. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa.
Ende Flores: Nusa Indah.
Marwoto. dkk. 1981. Komposisi Praktis. Yogyakarta:
Hanindito.
Nurgiyantoro, Burhan.
1988. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa
dan Sastra. Yogyakarta: BPFE.
Purwanto, Ngalim M. 1991. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi
Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Razak, Abdul. 1986. Kalimat Efektif, Struktur, Gaya, dan Variasi.
Jakarta: PT Gramedia.
Saksomo, Dwi. 1984. Bahasa Indonesia Profesi. Malang: tanpa
nama penerbit.
Santosa, Kusno Budi. 1985.
Pengantar Tata Bahasa Indonesia. Bandung:
CV Rosda Karya.
Saliwangi, Basenang. 1987.
Pembinaan dan Pengembangan BI. Kapita
Selekta Kajian Bahasa, Sastra dan Pengajarannya. (Nurhadi, ed). Malang:
JPBSI-IKIP Malang.
Soedjito. 1986a. Kalimat Efektif. Bandung : Remaja Karya.
Soedjito. 1986b. Kosakata Bahasa Indonesia. Malang: JPBSI-IKIP Malang.
Soedjito dan Taryono AR.
1984. Cermat Berbahasa Indonesia. Malang: JPBSI-IKIP Malang.
Wignyodarsono, Sunarno,
dkk. 1996. Kaji Latih Bahasa dan Sastra
Indonesia Jilid 3A Jakarta: PT Bumi Aksara.