Pengertian
Gagal ginjal kronik merupakan
kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang berlangsung perlahan-lahan, karena
penyebab yang berlangsung lama dan menetap , yang mengakibatkan penumpukan sisa
metabolit (Toksik uremik) sehingga ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan
biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit.
Toksik uremik adalah bahan yang
dituduh sebagai penyebab sindrom klinik uremia. Toksik uremik yang telah
diterima adalah : H2O, Na, K, H, P anorganik dan PTH Renin. Sedangkan yang belum diterima adalah : BUN,
Kreatinin, asam Urat, Guanidin, midlle molecule dan sebagainya.
Fisiologi Ginjal
Normal
Langkah pertama yang berlangsung dalam ginjal yaitu proses
pembentukan urine yang dikenal sebagai ultrafiltrasi
darah atau plasma dalam kapiler glomerulus berupa air dan kristaloid.
Selanjutnya dalam tubuli ginjal pembentukan urine disempurnakan dengan proses reabsorpsi zat-zat yang esensial
dari cairan filtrasi untuk dikembalikan ke dalam darah dan proses sekresi zat-zat untuk dikeluarkan
ke dalam urine.
Fisiologi Ginjal dalam proses Filtrasi, reabsorpsi, dan
sekresi selama 24 jam.
Senyawa
|
|
Reabsorpsi
|
Ekskresi
|
Sekresi
|
Satuan
|
Na +
|
26.000
|
25.850
|
150
|
-
|
m Eq
|
K+
|
600
|
566
|
90
|
50
|
m Eq
|
Cl-
|
18.000
|
17.850
|
150
|
-
|
m Eq
|
HCO3
|
4.900
|
4.900
|
0
|
-
|
m Eq
|
Urea
|
870
|
460
|
410
|
-
|
m Mol
|
Kreatinin
|
12
|
1
|
12
|
1
|
m Mol
|
Asam urat
|
50
|
49
|
5
|
4
|
m Mol
|
Glukosa
|
800
|
800
|
0
|
-
|
m Mol
|
Solut total
|
54.000
|
53.400
|
700
|
100
|
m Osl
|
Air
|
180.000
|
179.000
|
1.000
|
-
|
ml
|
ETIOLOGI
Penyebab dari
gagal ginjal kronik antara lain :
Infeksi, Penyakit
peradangan, Penyakit vaskuler hipersensitif, Gangguan jaringan penyambung,
Gangguan kongenital dan herediter, Gangguan metabolisme, Nefropatik toksik,
Nefropati obstruksi
Faktor-faktor
predisposisi timbulnya infeksi traktus urinarius:
Obstruksi aliran urine, Seks/usia, Kehamilan, Refleks vesikoureteral,
Instrumentasi (kateter yang dibiarkan di dalam), Penyakit ginjal, Gangguan
metabolisme.
Patofisiologi
Gagal ginjal
kronik terjadi setelah sejumlah keadaan yang menghancurkan masa nefron ginjal.
Keadaan ini mencakup penyakit parenkim ginjal difus bilateral, juga lesi
obstruksi pada traktus urinarius.
Mula-mula terjadi
beberapa serangan penyakit ginjal terutama menyerang glomerulus
(Glumerolunepritis), yang menyerang tubulus gijal (Pyelonepritis atau penakit
polikistik) dan yang mengganggu perfusi fungsi darah pada parenkim ginjal
(nefrosklerosis).
Kegagalan ginjal
ini bisa terjadi karena serangan penyakit dengan stadium yang berbeda-beda
Stadium
I
Penurunan cadangan ginjal.
Selama stadium ini kreatinine serum dan kadar BUN normal dan pasien
asimtomatik. Homeostsis terpelihara. Tidak ada keluhan. Cadangan ginjal residu
40 % dari normal.
Stadium II
Insufisiensi Ginjal
Penurunan kemampuan memelihara homeotasis, Azotemia ringan, anemi.
Tidak mampu memekatkan urine dan menyimpan air, Fungsi ginjal residu 15-40 %
dari normal, GFR menurun menjadi 20 ml/menit. (normal : 100-120 ml/menit). Lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah
rusak (GFR besarnya 25% dari normal), kadar BUN meningkat, kreatinine serum meningkat melebihi kadar normal. Dan
gejala yang timbul nokturia dan poliuria (akibat kegagalan pemekatan urine)
Stadium III
Payah ginjal stadium akhir
Kerusakan massa nefron sekitar 90% (nilai GFR 10% dari normal). BUN
meningkat, klieren kreatinin 5- 10 ml/menit. Pasien oliguria. Gejala lebih
parah karena ginjal tak sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan
elektrolit dalam tubuh. Azotemia dan anemia lebih berat, Nokturia, Gangguan
cairan dan elektrolit, kesulitan dalam beraktivitas.
Stadium IV
Tidak terjadi homeotasis, Keluhan pada semua sistem, Fungsi ginjal residu
kurang dari 5 % dari normal.
Permasalahan fisiologis yang disebabkan oleh CRF
1. Ketidakseimbangan cairan
Mula-mula ginjal
kehilangan fungsinya sehingga tidak mampu memekatkan urine (hipothenuria) dan
kehilangan cairan yang berlebihan (poliuria). Hipothenuria tidak disebabkan
atau berhubungan dengan penurunan jumlah nefron, tetapi oleh peningkatan beban
zat tiap nefron. Hal ini terjadi karena keutuhan nefron yang membawa zat tersebut dan kelebihan air untuk
nefron-nefron tersebut tidak dapat berfungsi lama. Terjadi osmotik diuretik,
menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi.
Jika jumlah nefron
yang tidak berfungsi meningkat maka ginjal tidak mampu menyaring urine
(isothenuria). Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan plasma tidak dapat
difilter dengan mudah melalui tubulus. Maka akan terjadi kelebihan cairan dengan retensi air dan natrium.
2. Ketidaseimbangan Natrium
Ketidaseimbangan
natrium merupakan masalah yang serium dimana ginjal dapat mengeluarkan
sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap hari atau dapat meningkat sampai 200 mEq
perhari. Variasi kehilangan natrium berhubungan dengan “intact nephron theory”.
Dengan kata lain, bila terjadi kerusakan nefron maka tidak terjadi pertukaran
natrium. Nefron menerima kelebihan natrium sehingga menyebabkan GFR menurun dan
dehidrasi. Kehilangan natrium lebih
meningkat pada gangguan gastrointstinal, terutama muntah dan diare. Keadaan ini
memperburuk hiponatremia dan dehidrasi. Pada CRF yang berat keseimbangan
natrium dapat dipertahankan meskipun terjadi kehilangan yang fleksibel nilai
natrium. Orang sehat dapat pula meningkat di atas 500 mEq/hari. Bila GFR menurun
di bawah 25-30 ml/menit, maka ekskresi natrium kurang lebih 25 mEq/hari,
maksimal ekskresinya 150-200 mEq/hari. Pada keadaan ini natrium dalam
diet dibatasi 1-1,5 gram/hari.
3. Ketidakseimbangan Kalium
Jika keseimbangan
cairan dan asidosis metabolik terkontrol maka hiperkalemia jarang terjadi
sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium berhubungan dengan sekresi aldosteron.
Selama output urine dipertahankan kadar kalium biasanya terpelihara.
Hiperkaliemia terjadi karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak
pengobatan, hiperkatabolik (infeksi), atau hiponatremia. Hiperkalemia juga
merupakan karakteristik dari tahap uremia.
Hipokalemia terjadi
pada keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit tubuler ginjal, nefron
ginjal, meresorbsi kalium sehingga ekskresi kalium meningkat. Jika hipokalemia
persisten, kemungkinan GFR menurun dan produksi NH3 meningkat. HCO3 menurun dan
natrium bertahan.
4. Ketidaseimbangan asam basa
Asidosis metabolik
terjadi karena ginjal tidak mampu mengekskresikan ion Hirdogen untuk menjaga pH
darah normal. Disfungsi renal tubuler mengakibatkan ketidamampuan pengeluaran
ioh H. Dan pada umumnya penurunan ekskresi H + sebanding dengan penurunan GFR.
Asam yang secara terus-menerus dibentuk oleh metabolisme dalam tubuh tidak
difiltrasi secara efektif melewati GBM, NH3 menurun dan sel tubuler tidak
berfungsi. Kegagalan pembentukan bikarbonat memperberat ketidakseimbangan.
Sebagian kelebihan hidrogen dibuffer oleh mineral tulang. Akibatnya asidosis
metabolik memungkinkan terjadinya osteodistrophy.
5. Ketidakseimbangan Magnesium
Magnesium pada
tahap awal CRF adalah normal, tetapi menurun secara progresif dalam ekskresi
urine menyebabkan akumulasi. Kombinasi penurunan ekskresi dan intake yang
berlebihan mengakibatkan henti napas dan jantung.
6. Ketidakseimbangan Calsium dan Fospor
Secara normal
calsium dan pospor dipertahankan oleh parathyroid hormon yang menyebabkan
ginjal mereabsorbsi kalsium, mobilisasi calsium dari tulang dan depresi
resorbsi tubuler dari pospor. Bila fungsi ginjal menurun 20-25 % dari normal,
hiperpospatemia dan hipocalsemia terjadi sehingga timbul hiperparathyroidisme
sekunder. Metabolisme vitamin D terganggu. Dan bila hiperparathyroidisme
berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan osteorenal dystrophy.
7. Anemia
Penurunan Hb disebabkan
oleh:
·
Masa
hidup sel darah merah pendek karena perubahan plasma.
·
Peningkatan
kehilangan sel darah merah karena ulserasi gastrointestinal, dialisis, dan
pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium.
·
Defisiensi folat
·
Defisiensi iron/zat besi
·
Peningkatan hormon paratiroid merangsang
jaringan fibrosa atau osteitis fibrosis, mengambil produksi sum-sum menurun.
8. Ureum kreatinin
Urea yang merupakan
hasil metabolik protein meningkat (terakumulasi). Kadar BUN bukan indikator
yang tepat dari penyakit ginjal sebab peningkatan BUN dapat terjadi pada
penurunan GFR dan peningkatan intake protein. Tetapi kreatinin serum adalah
indikator yang lebih baik pada gagal ginjal sebab kreatinin diekskresikan sama
dengan jumlah yang diproduksi tubuh.