Sosok Dewi Mulyani dibonceng orangtuanya dengan sepeda angin sambil membaca buku, menjadi perbincangan hangat di media sosial (medsos) facebook dan instagram. Bagaimana kesehariannya?
SEJAK fotonya beredar di media sosial Facebook 26 Februari pagi, Wartawan Kalteng Pos tergugah mencari sosok siswi tersebut. Penasaran. Pemandangan itu sangat jarang ditemukan. Apalagi di tengah Kota Palangka Raya. Lebih mudah mencari pelajar berseragam sekolah mengotak-atik gadget sambil berkendara.
Setelah mendapat informasi, kalau saban pulang sekolah melintas di Jalan P Diponegoro, kaki tergerak sambil menenteng kamera menunggu di trotoar di hari berikutnya, Senin (27/2).
Jam tangan menunjukkan pukul 13.10 WIB. Waktu yang pas untuk menunggu. Karena sebagian besar sekolah setara Sekolah Menengah Atas (SMA) sudah mulai pulang.
Di samping rombong penjual pentol, duduk bersandar di pohon besar sambil mata terus memandang jalan. Satu jam berlalu. Tak ada tanda-tanda bapak dan anaknya dengan sepeda tua itu akan lewat. Sekilas rasa putus asa itu datang. Sekilas pergi.
Paman pentol yang saban hari mangkal tak jauh dari pertigaan Jalan Seth Adji itu menjadi orang pertama yang dimintai petunjuk. Menanyakan apa pernah melihat siswi ini. Sambil foto itu ditunjukkan, dia menjawab tidak pernah tahu.
"Nggak pernah lihat. Ada apa memang Mas," tanyanya balik.
Putus asa. Tidak. Lalu memutuskan berkeliling di setiap sekolah. Di depan gerbang sekolah di seputaran Jalan Tambun Bungai, nekat menanyakan ke beberapa siswa. Tidak ada yang kenal. Kembali lagi ke tongkrongan awal. Tak kunjung lewat. Sampai pukul 15.30 WIB memutuskan untuk kembali pulang.
Hari berikutnya tempat dan rute serta hal yang sama dilakukan. Bedanya, kali ini ada tambahan orang yang ditanya. Dia adalah paman penjual gorengan yang mangkal di depan perpustakaan milik Dinas Perpustakaan dan Arsip.
Ternyata, paman gorengan yang tidak sempat menanyakan namanya itu adalah orang yang tepat. Tak menyangka, dia langsung menunjuk perpustakaan yang ada di depan matanya.
"Oh, kalau nggak salah dia sering dijemput bapaknya di situ. Coba masuk. Cari di dalam," ucap pria berkumis tipis itu seraya jari telunjuk mengarah detail ke pintu masuk.
Pihak perpustakaan yang ikut terenyuh melihat foto yang beredar di facebook itu membantu mencari. Disisirnya perpustakaan itu. Tiga ruangan di lantai dasar dan dua ruangan di lantai dua. Setelah beberapa menit mencari-cari, akhirnya berhasil ketemu juga.
Ditunjukkan foto yang beredar di medsos, siswi yang memakai hijab itu terkejut. Bertanya-tanya ada apa dan siapa yang memotret. Sebelum akhirnya dijelaskan.
"Iya. Itu foto saya dengan bapak," ucapnya.
Dia bernama Dewi Mulyani, siswi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Palangka Raya. Terlihat sangat pendiam. Irit bicara. Tidak banyak obrolan panjang hari itu. Hanya mengamati dari kejauhan aktivitasnya membaca. Baru keesokan harinya mendatangi sekolahnya.
Sepulang sekolah mengobrol di ruang kelasnya. Dewi bercerita soal kegemarannya melahap berbagai bacaan buku. Buku apa saja. Baik pengetahuan maupun novel remaja. Hal itu dilakukan sejak SD. Kala itu, kakaknya Rusiana sering membawanya ke perpustakaan. Lalu ketagihan. Berlanjut saat duduk di bangku setara SLTP.
Kebiasaan membaca buku sambil dibonceng sepeda angin oleh abahnya (ayah, red) memang sering dilakukan.Tapi bukan menjadi kebiasaan. Itu dilakukan jika dia meminjam buku baru di perpustakaan. Apalagi ceritanya seru.
"Buku bacaan yang saya sukai ensikopledia pengetahuan tentang IPA. Novel remaja juga kadang-kadang, kalau bosen," ujar kutu buku yang kini berusia 15 tahun itu.
Saban hari, minus Jumat, dijemput orangtuanya menggunakan sepeda angin. Orangtuanya yang bekerja sebagai pemulung tak selalu menjemputnya tepat waktu.
Tidak ada malu sama sekali. Sambil menunggu jemputan dia berjalan kaki sekitar 400 meter menuju perpustakaan milik Dinas Perpustakaan dan Arsip Provinsi Kalteng. Menghabiskan waktu luang dengan membaca.
Rumahnya sendiri berada di Jalan Kecipir yang jaraknya sekitar lima kilometer dari sekolah. Tidak sanggup dirinya berjalan kaki. Tidak ada angkot jurusan ke sana. Kalaupun ada, uang sakunya Rp5 ribu tidak cukup untuk ongkos naik angkot. Habis buat beli gorengan untuk menahan lapar.
"Sepulang sekolah saya ke situ. Nanti abah yang jemput. Kalau Jumat kakak yang jemput dan antar sekolah tiap hari," ucapnya lirih.
Anak pasangan Mardani dan Ramnah itu juga tidak mempunyai telepon seluler (ponsel). Tidak juga menuntut minta dibelikan ponsel. Apalagi smartphone seperti yang dimiliki teman-temannya kebanyakan. Tapi, dia tidak ingin ketinggalan menikmati dunia maya. Dia sesekali memanfaatkan seperangkat komputer dan akses internet gratis di perpustakaan.
"Sesekali browsing-browsing dan ngerjain tugas," sambung siswi Kelas X jurusan Rekayasa perangkat lunak (RPL) itu.
Terpisah, Kepala Program RPL SMK Negeri 1 Palangka Raya, Ferry tak menampik jika anak didiknya itu gemar membaca buku.Tak jarang dia melihat di waktu-waktu luang. Baik di ruangan kelas maupun perpustakaan. Dewi merupakan sosok anak pendiam. Dalam hal pelajaran relatif. Bisa mengikuti apa yang diajarkan.
"Hanya. Dia sering sakit, yang memaksanya tidak turun sekolah. Sering lambat mengirim surat orangtuanya. Tapi kita maklumi jika melihat kondisinya," ucapnya.
Untuk melihat lebih jauh, Kalteng Pos membuntuti sepanjang perjalanan bapak dan anak itu dan menengok rumahnya serta aktivitasnya.
sumber: http://kalteng.prokal.co