Berita utama yang menjadi heboh jagad pendidikan Indonesia adalah terkait dengan penghapusan Ujian Nasional. Seperti yang diberitakan berbagai media online maupun cetak dan pertelevisian. Sebenarnya bagaimana sih komentar dari Mendikbud, Muhadjir Effendy, sampai-sampai judul “Mendikbud Menghapus Ujian Nasional” menjadi trending topik google search.
Bedanya, ada media yang memberi judul bombastis,ada pula yang lebih sederhana dan cenderung sesuai. perhatikan berikut ini:
Bedanya, ada media yang memberi judul bombastis,ada pula yang lebih sederhana dan cenderung sesuai. perhatikan berikut ini:
Sebagai kuli pendidikan, saya pun mencoba menelusuri komentar sebenarnya dari beliau. Komentar itu dilansir oleh news.detik.com. Berikut beberapa petikan komentar beliau:
"Dimoratorium, di tahun 2017 ditiadakan," kata Muhadjir saat dihubungi, Jumat (25/11/2016).
Itu artinya tidak dihapus. Moratorium dalam KBBI adalah penundaan; penangguhan. Lebih lanjut, beliau juga menegaskan bahwa Ujian Nasional tetap akan saya (Mendikbud.red) lakukan sesuai dengan amanah Mahkamah Agung kalau semua pendidikan di Indonesia sudah bagus. Makanya nanti akan pemetaan saja. Nanti kita lihat apakah perbaikan di 2017 cukup signifikan.
"Pelaksanaannya tetap standar nasional. Badan Standardisasi Nasional akan mengawal, mengontrol, mengendalikan prosesnya. Jadi tidak ada lagi itu supply-supply soal ke daerah dikawal polisi,"
Memaknai kalimat di atas, bisa jadi Ujian – setingkat nasional – tetap akan dilaksanakan namun pola, sistem, dsb disederhanakan. Lebih lanjut, beliau juga menyampaikan bahwa Ujian akhir bagi siswa sekolah didesentralisasi. Pelaksanaan ujian akhir bagi siswa SMA-SMK dan sederajatnya diserahkan ke pemerintah provinsi. Untuk level SMP dan SD sederajatnya diserahkan ke pemerintah kabupaten/kota.
“Kelulusan siswa akan ditentukan oleh pihak sekolah. Hasil ujian akhir jadi salah satu pertimbangan, bukan jadi satu-satunya faktor penentu kelulusan.”
Sebenarnya sejak Ujian Nasional/UNBK tahun pelajaran 2015-2016, penentu kelulusan bukanlah Ujian Nasional. Salah satu bukti otentiknya yakni tidak tercantumnya kata LULUS pada Surat Keterangan Hasil Ujian Nasiona (SKHUN). UN pada 2015 – 2016 adalah pemetaan nilai berjenjang.
Lalu bagaimana dengan tahun 2018, apakah akan ada UN?
"Hampir pasti belum ada. Itu kan tidak bisa setahun dua tahun (peningkatan kualitas sekolah secara merata)," ujar Muhadjir.
"Sekolah-sekolah kita yang di atas standar nasional sekarang hanya 30 persen, itu yang harus kita treatment," imbuhnya.
Memaknai jawaban mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang tersebut, bisa jadi proses moratorium (penangguhan) akan berjalan lebih dari dua tahun. Hanya saja, untuk sekolah yang sudah di atas standar nasional (sekitar 30%) bisa jadi lebih cepat. Atau bahkan ada formula lain, Ujian Nasional “hanya” diperuntukkan “sementara” bagi sekolah yang sudah mencapai standar nasional? Tunggu saja.
Dan inilah komentar yang paling penting dari berita yang heboh di media tersebut:
UN akan kembali digelar jika level pendidikan di Indonesia sudah merata. Sembari memoratorium UN, Kemendikbud akan mengupayakan peningkatan kualitas pendidikan agar merata se-Indonesia.
Perhatikanlah kata kuncinya “Memoratorium UN” bukan “Menghapus UN”. Moratorium, diterapkan pemerintah, tidak hanya pada UN. Moratorium juga “sudah” diterapkan pada penerimaan PNS (sejak awal 2016).
Jadi, janganlah udah terpancing dengan judul besar di sebuah berita yang dilancir media. Nikmatilah saja profesi kita sebagai kuli ilmu dan pendidikan serta pengetahuan kepada anak didik kita. Semoga bermanfaat.